Selama 10 tahun, ilmuwan telah berspekulasi mengenai hubungan antara pria yang menjadi ayah dalam usia tua dan efeknya pada keturunan. Spekulasi tersebut terbukti dalam riset terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Nature. Riset tersebut membuktikan makin tua seorang pria menjadi ayah, makin banyak mutasi genetik yang diwariskan pada keturunannya ketika anak beranjak dewasa.
Dalam riset ini, peneliti meneliti potongan DNA dari 78 orangtua dan anak berkebangsaan Islandia. Dalam riset tersebut, peneliti menemukan hubungan langsung antara usia ayah dan jumlah mutasi DNA pada anak. Mutasi tersebut berkaitan dengan timbulnya spektrum autisme dan skizofrenia. Namun, gangguan DNA ini sama sekali tidak berkaitan dengan usia ibu.
"Riset ini membantah anggapan umum yang mengatakan ibu sebagai sebab utama gangguan DNA pada anak. Gangguan tersebut sepenuhnya berasal dari pria dan semakin meningkat bersamaan usia calon ayah," kata Kari Stefansson dari Decode Genetics. Gangguan langka ini akan bertahan dalam waktu lama dan memengaruhi kondisi lainnya selama perkembangan anak.
Riset ini juga membuktikan, tidak hanya memori dan elastisitas kulit yang menurun bersamaan dengan usia, tetapi juga DNA pada sperma. Padahal, pria memproduksi sperma sepanjang hidupnya. Hal ini sangat berbeda dengan wanita yang lahir dengan jumlah sel telur terbatas.
Setiap 16 hari, sel dalam testikel pria terbagi dengan DNA yang merupakan hasil kopi dari DNA lain. Tiap sel merupakan hasil kopi yang digunakan untuk memproduksi sperma. Meski proses pengopian DNA sangat akurat, kesalahan tetap bisa terjadi. Beberapa sperma mungkin membawa kesalahan pengopian DNA yang dikenal sebagai mutasi genetik.
Semakin tua, proses pengopian makin tidak akurat dan kurang efisien. Akibatnya, makin banyak mutasi yang terbentuk dalam DNA pria. Menurut Wilkie, jika sperma DNA yang bermutasi ini berperan dalam pembentukan janin, risiko memengaruhi proses perkembangan anak semakin besar.
"Hal ini sepenuhnya permainan peluang. Mungkin saja mutasi tidak terjadi pada tempat yang penting, tetapi kadang terjadi hal di luar keinginan. Akibatnya, anak mengalami kondisi tertentu," ujarnya.
Jika mutasi terdapat pada gen yang mengontrol perkembangan otak, hal itu akan mengakibatkan autis atau skizophrenia. Namun, bila mutasi terdapat pada gen yang memengaruhi perkembangan tipe kanker, risiko anak menderita penyakit tersebut makin besar.
Menurut pimpinan kebijakan terkait kesuburan, Allan Pacey, riset ini menyadarkan pria tentang risiko menunda menjadi ayah.
"Saya bisa mengerti kenapa pasangan memutuskan untuk menunda, tetapi hal tersebut buruk untuk kondisi biologisnya. Saran saya untuk para pria jangan menunda memiliki anak hingga usai 50 tahun. Hal tersebut akan membuat perbedaan pada dunia kesehatan anak," katanya.(Oleh: Rosmha Widiyani)
Share this article to your friends :
0 comments:
Post a Comment